Selasa, 28 Oktober 2025

Refleksi Sumpah Pemuda untuk Remaja Milenial di Tahun 2025

Dari Kongres 1928 ke Timeline Medsos 2025, Masih Relevankah?

Bayangkan ini: tahun 1928. Nenek moyang kita berkumpul tanpa gedung ber-AC, tanpa PowerPoint, apalagi Wi-Fi. Mereka mungkin hanya bermodal semangat membara, suara lantang, dan keyakinan bahwa persatuan itu bisa diraih. Lalu, lahirlah Sumpah Pemuda. Sekarang, kita di tahun 2025. Dunia kita adalah dunia yang super cepat. Jari-jari kita lebih gesit mengetik di keyboard atau men-scroll timeline media sosial daripada lidah kita berdebat. Pertanyaannya, buat kita yang hidup di era di mana "story" Instagram lebih sering berubah daripada cuaca, masih relevankah semangat Sumpah Pemuda itu? Jawabannya: Bukan cuma relevan, tapi justru lebih penting dari sebelumnya! Cuma, bentuk perjuangannya yang beda. Dulu, musuhnya adalah penjajah yang kasat mata. Sekarang, musuhnya lebih siluman: hoax yang menyebar lebih cepat daripada gosip artis, perundungan siber (cyberbullying), degradasi akhlak, dan yang paling berbahaya, rasa individualisme yang akut, alias "yang penting gue happy, urusan lo urusan lo." Nah, di sinilah kita, para remaja milenial Muslim, harus jeli. Sumpah Pemuda bukan cuma tentang mengingat sejarah dalam buku teks yang membosankan, tapi tentang menghidupkan ruhnya dalam konteks kekinian. Rasulullah SAW bahkan sudah memberikan isyarat tentang pentingnya pemuda dalam sabdanya: “*Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu...*” (HR. Al-Hakim). Masa muda kita adalah ‘modal saham’ yang nilainya luar biasa, jangan sampai habis hanya untuk ‘nongkrong’ yang nggak jelas atau ‘rebahan’ yang berlebihan. Yuk, kita refleksi, supaya semangat Sumpah Pemuda nggak cuma jadi hashtag #SumpahPemuda2025 yang tren sehari lalu hilang!


Satu Nusa Satu Bangsa Itu Namanya Ukhuwah Wathaniyah, Bro!

Kita sering banget dengar kata "persatuan," sampai kadang rasanya klise. Tapi dalam Islam, konsep ini punya 'brand'-nya sendiri, lho, namanya **Ukhuwah Wathaniyah** (persaudaraan sebangsa). Ini adalah versi real dari "Satu Nusa, Satu Bangsa." Allah SWT berfirman, “*Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai...*” (QS. Ali Imran: 103). Ayat ini jelas banget memerintahkan kita untuk bersatu, bukan malah sibuk mencaci atau menebar benci hanya karena beda pilihan, beda suku, atau yang paling sering terjadi, beda fandom K-Pop! Bayangkan, kalau para pemuda 1928 saja yang fasilitas komunikasinya terbatas bisa bersatu, masa kita yang bisa video call dari Sabang sampai Merauke malah memilih untuk terkotak-kotak? Kisah para sahabat Nabi juga mengajarkan hal ini. Coba lihat persahabatan antara **Abu Bakar Ash-Shiddiq** dan **Umar bin Khattab**. Mereka punya karakter yang sangat berbeda. Abu Bakar lembut dan persuasif, sementara Umar tegas dan keras. Tapi, perbedaan itu justru mereka satukan untuk kemaslahatan umat Islam yang lebih besar. Mereka nggak sibuk debat siapa yang lebih hebat. Nah, sebagai remaja milenial, apa yang bisa kita lakukan? Gampang! Mulailah dari hal kecil. Jangan bully teman yang berbeda pendapat. Jangan sebar hoax yang bisa memecah belah. Ikutlah organisasi sekolah seperti OSIS, Pramuka, atau Rohis dengan serius, karena di sanalah kita belajar bermusyawarah dan bekerja sama. Atau, buat project kolaborasi dengan sekolah lain, seperti bakti sosial atau lomba esai bertema persatuan. Intinya, jadilah ‘Abu Bakar’ atau ‘Umar’ kecil di lingkungan kalian, yang bisa membawa dampak positif meski dengan gaya yang berbeda-beda.


Jago Bahasa Asing Tapi Jangan Lupa Bahasa Al-Qur'an!

Ikrar "Satu Bahasa" yang menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu adalah sebuah keputusan genius. Tapi di era globalisasi 2025, kita dituntut untuk menguasai bahasa asing juga, Inggris, Mandarin, atau bahkan coding language. Itu keren dan penting! Tapi, ada satu bahasa yang nggak boleh kita abaikan, yaitu **Bahasa Al-Qur'an**, bahasa Arab. Kenapa? Karena ini adalah bahasa sumber utama ajaran agama kita. Bukan berarti kita harus jadi ahli bahasa Arab semua, tapi setidaknya kita berusaha untuk memahaminya. Rasulullah SAW bersabda, “*Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.*” (HR. Bukhari). Bayangkan kekuatan super yang kita punya kalau kita bisa jago bahasa asing untuk bersaing di kancah global, sekaligus paham bahasa Arab untuk memperdalam iman. Itu combo yang sempurna! Kita bisa jadi diplomat yang hafal Al-Qur'an, atau programmer yang paham fiqh. Keren, kan? Kisah **Zaid bin Tsabit** adalah contoh nyata. Di usia yang masih sangat muda, dia adalah sekretaris Nabi yang andal. Atas perintah Rasulullah, dia dengan cepat dan cekatan mempelajari bahasa Ibrani dan Suryani hingga mahir, untuk urusan diplomasi dan membaca surat-surat dari musuh. Dia nggak cuma pinter agama, tapi juga pinter bahasa! Nah, kegiatan untuk kita? Bisa dimulai dengan ikut klub bahasa di sekolah, atau belajar lewat aplikasi. Untuk bahasa Arab, ikutilah kajian-kajian remaja yang membahas tafsir Al-Qur'an, atau download aplikasi belajar bahasa Arab. Coba deh, tantang diri kalian untuk menghafal dan memahami satu ayat beserta artinya setiap minggu. Jangan lupa, pakai juga Bahasa Indonesia yang baik dan santun di media sosial, karena itu adalah wujud cinta kita pada tanah air. Jadi, jadilah remaja multilingual yang bangga dengan bahasa persatuannya!

Ikrar untuk Jadi Pemuda Produktif, Bukan Cuma 'Penggemar'

Ikrar ketiga Sumpah Pemuda adalah tentang "Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia". Tapi, bagi kita sebagai Muslim, ada satu "ikrar" atau sumpah yang lebih dahsyat dan mendasar, yaitu **Syahadat**. Inilah sumpah kita yang pertama dan utama yang menjadikan kita Muslim. Nah, semangat Sumpah Pemuda harusnya jadi turunan dari semangat syahadat kita. Kalau syahadat kita kuat, maka semangat untuk memajukan bangsa juga akan otomatis mengikuti. Rasulullah SAW bersabda, “*Sesungguhnya Allah sangat mencintai hamba yang jika mengerjakan sesuatu, dia melakukannya dengan itqan (sungguh-sungguh dan profesional).*” (HR. Thabrani). Ini berarti, Allah suka sama orang yang serius dan profesional dalam hal apapun. Jangan sampai kita jadi pemuda yang hanya "sumpah-serapah" di medsos tentang keadaan negara, tapi nol aksi. Atau paling produktifnya cuma jadi "penggemar" pasif yang hanya like, share, dan comment. Kita harus jadi pemain, bukan penonton! Lihatlah teladan **Usamah bin Zaid**. Di usianya yang masih belia, sekitar 18 tahun, Rasulullah SAW mempercayainya untuk memimpin pasukan perang yang di dalamnya terdapat para senior dan sahabat-sahabat besar seperti Abu Bakar dan Umar. Itu adalah bukti bahwa pemuda yang kompeten dan bertaqwa bisa dipercaya dengan tanggung jawab besar. Kegiatan apa yang bisa kita lakukan? Waduh, banyak banget! Mulai dari hal sederhana seperti mengikuti lomba karya tulis ilmiah bertema nasionalisme, mengembangkan project teknologi seperti aplikasi atau website untuk memecahkan masalah sosial, atau menjadi volunteer di kegiatan komunitas. Bisa juga dengan berwirausaha kreatif, menjual produk halal dan berkualitas yang membanggakan Indonesia. Intinya, jadilah pemuda yang "produktif berkah", bukan cuma sibuk sendiri.


Jadi Pemuda yang Keren dan Dirindukan Surga

Jadi, gimana cara ngelakuinnya? Jangan khawatir, kita bikin action plan yang realistis dan bisa dilakukan oleh remaja sekolah menengah seperti kita. Pertama, **Perkuat Personal Branding di Medsos**. Bukan untuk pamer, tapi untuk menyebar kebaikan. Isi timeline kita dengan konten positif, ajakan untuk bersatu, infografis pencerah, dan ilmu yang bermanfaat. Jadikan medsos sebagai "medan dakwah" yang asyik dan nggak menggurui. Kedua, **Cari Teman, Bukan Musuh**. Perbanyak silaturahim, baik offline maupun online. Ikut organisasi atau komunitas yang positif. Ingat, teman yang baik itu seperti "penjual minyak wangi" yang bikin kita wangi, bukan seperti "pandai besi" yang bikin kita kepanasan dan berisik (seperti dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim). Ketiga, **Investasi Ilmu, Bukan Cuma Gaya**. Manfaatkan waktu muda untuk belajar sebanyak-banyaknya, baik ilmu dunia (sekolah, kursus) maupun ilmu agama (kajian, membaca). Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu (QS. Al-Mujadilah: 11). Keempat, **Berkarya Nyata**. Jangan tunggu lulus kuliah untuk mulai berkontribusi. Mulai dari sekarang! Buat project sosial kecil-kecilan, galang dana untuk korban bencana, atau jadi tutor sebaya untuk teman yang kesulitan belajar. Kelima dan yang paling utama, **Jaga Komunikasi dengan Sang Manager Alam Semesta**. Perbanyak doa, shalat tepat waktu, dan minta kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjadi pemuda yang bermanfaat. Seperti doa Nabi Ibrahim, “*Waj’alnā li al-muttaqīna imāmā*” – “Dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74). Bayangkan, kalau kita semua, remaja milenial Muslim Indonesia, kompak melakukan ini, maka kita bukan hanya akan memaknai Sumpah Pemuda, tapi benar-benar menghidupkannya. Kita akan menjadi generasi yang tidak hanya keren di mata dunia, tapi juga, yang paling penting, dirindukan oleh surga. Ayo, kita buat sejarah kita sendiri di tahun 2025 ini!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar