Empati sebagai pilar pertama bukanlah sekadar perasaan, melainkan otot sosial yang harus terus dilatih melalui pendidikan karakter yang sistematis. Di lingkungan sekolah, empati dapat dikembangkan melalui integrasi dalam kurikulum dan budaya sekolah sehari-hari. Guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang meminta siswa untuk memposisikan diri sebagai orang lain, misalnya melalui simulasi konflik, diskusi terpandu tentang isu-isu multikultural, atau analisis karya sastra yang merepresentasikan berbagai perspektif budaya. Ketika siswa membaca tentang perjuangan seorang anak dari minoritas tertentu, atau menyimak pengalaman teman sebangku yang berasal dari daerah terpencil, mereka belajar melihat dunia melalui kacamata orang lain. Lebih penting lagi, empati diajarkan melalui keteladanan nyata. Seorang guru yang dengan tulus mendengarkan keluh kesah siswa, atau seorang kepala sekolah yang dengan sabar menengahi konflik dengan memahami perasaan semua pihak, menjadi living curriculum yang sangat powerful. Rasulullah SAW telah mencontohkan dasar empati ini dalam sabdanya: "Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kamu hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim). Seorang siswa yang beriman tidak akan mendzolimi, mengucilkan, atau merundung temannya karena pada hakikatnya, ia menginginkan kebaikan yang sama untuk temannya seperti yang ia inginkan untuk dirinya sendiri.
Pilar kedua yang tak kalah crucial adalah penegakan keadilan sebagai fondasi utama membangun kepercayaan dan rasa aman. Keadilan di sekolah harus dimaknai sebagai komitmen untuk memastikan bahwa setiap siswa, tanpa memandang latar belakang, kemampuan, status sosial, atau identitas lainnya, diperlakukan secara adil, mendapat akses yang setara terhadap peluang pengembangan diri, dan dilindungi hak-hak dasarnya. Implementasinya memerlukan kebijakan yang jelas dan konsisten terhadap segala bentuk diskriminasi dan perundungan, sistem penghargaan dan sanksi yang transparan, serta mekanisme pengaduan yang mudah diakses dan dipercaya. Keadilan dalam konteks ini juga berarti keadilan distributif - memberikan perhatian dan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing siswa. Allah SWT memberikan panduan yang sangat jelas dalam Al-Qur'an Surah Al-Ma'idah ayat 8: "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa." Ayat ini mengingatkan setiap pendidik dan siswa untuk tidak membiarkan prasangka atau ketidaksukaan pribadi mengaburkan prinsip keadilan. Sekolah yang menegakkan keadilan akan menumbuhkan trust dari seluruh warganya, dan dari kepercayaan inilah kedamaian yang sejati akan lahir dan berkembang.
Kekuatan transformatif justru muncul ketika empati dan keadilan diintegrasikan dalam praktik keseharian sekolah. Pendekatan restorative justice dalam menangani konflik menjadi contoh ideal bagaimana kedua nilai ini bersinergi. Alih-alih hanya menghukum pelaku berdasarkan aturan baku, semua pihak yang terlibat diajak untuk duduk dalam lingkaran dialog - sebuah ruang dimana empati dikedepankan untuk menyampaikan perasaan dan dampak yang dialami masing-masing pihak, kemudian bersama-sama mencari solusi yang memulihkan hubungan dan menegakkan keadilan yang reparatif. Dalam proses pembelajaran, kerja kelompok dapat dirancang secara strategis untuk membaurkan siswa dari latar belakang berbeda, memfasilitasi mereka untuk berlatih empati melalui komunikasi intensif sambil memastikan pembagian tugas yang adil. Nilai-nilai ini menemukan resonansinya dalam ajaran Islam tentang ihsan. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu... Maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang di antara kamu menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya." (HR. Muslim). Jika kepada hewan saja kita diperintahkan untuk berempati dan berbuat baik, terlebih lagi kepada sesama manusia di lingkungan sekolah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar